Potongan Pertama
Menyendiri adalah pilihan yang
tepat ketika jenuh akan semua hal. Because
at that time people I met didn’t impress me. Semua obrolan mengada-ada,
cuma ketawa-ketawa, kosong dan membosankan.
Aku mengirim pesan ke beberapa
teman yang kiranya bisa sedikit menghiburku. Aku jarang begini, bahkan ketika
aku sendiripun aku tak pernah merasa benar-benar kesepian. Aku cuma butuh
didengar.
“Li”
“Ping ping”
“Jarwooo”
“Win”
Dari empat orang yang aku kirim
pesan si Jarwo langsung nelpon balik meskipun dia lagi nyetir, pesan yang aku kirimkan kedua
orang masih pending, dan yang satu lagi masih kerja buat sangu KKL katanya. Bahkan saking kosongnya
aku mengomentari postingan line teman yang lagi galau karna habis putus cinta.
***
Aku menuju ke Gedung A, sepi dari lalu lalang manusia karna ini hari Sabtu. Tempat
yang memang aku butuhkan. Aku berharap nggak berjumpa dengan siapapun sehingga
tak ada yang bertanya-tanya tentang keberadaanku disini. Tiba-tiba seorang
teman yang pesannya masih tak terbalaskan saat itu turun dari lantai 2. Hahaha
akhirnya!
Kami sudah
jarang ketemu, semenjak keluar dari orma kami jarang ngobrolin hal-hal random. Bahkan janji untuk kumpul dengan beberapa teman ex-orma pun masih belum terealisasikan.
Kami membicarakan banyak hal seputar kp, orma, rencana-rencana setelah ini,
kampus, tentang seseorang yang entah kenapa aku belum siap untuk bertemu dengannya
kembali, bahkan kita membicarakan tentang judul tugas akhir wkwk. Intinya dia
tahu aku sedang ingin membicarakan apa.
“Di tempat kp ku itu bagian APD ngurusin setting recloser. Lha aku ada ide mau buat judul analisa kegagalan recloser. Aku tanya dari supervisinya
bilang nggak pernah terjadi kegagalan tapi dari staffnya bilang banyak terjadi
kegagalan. Aku bingung. Aku pengen ada satu hari buat ngajak ketemu dan ngobrol
tanya-tanya tentang masalah ini”
Meski aku enggak begitu paham sama dunia elektrikal tapi setidaknya obrolan
kami nggak kosong-kosong amatlah.
Potongan Kedua
Aku merasa berada di dalam suatu tempat dimana aku nggak bergerak
kemana-mana. Stuck di tempat. Aku
enggak bahagia. Aku pengen waktu cepat berlalu dan membawaku keluar dari sini.
“Maka pada suatu pagi hari ia ingin
sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu
hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja
sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa. Ia tidak ingin
menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin membakar tempat
tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan
rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi.” - Supardi Djoko Damono
Potongan Ketiga
Sore hari aku bertemu seorang teman yang katanya habis putus cinta. Berkali-kali
dia dipermainkan oleh perasaannya sendiri.
“Menurutmu itu bisa dibilang semacam karma ga sih tir?”
“Emmm mungkin”
“Kenapa dia enggak belajar dari kegagalan ya, biar enggak jatuh dalam
kesalahan yang sama”
“Dia terlalu mudah percaya sama orang yang baru dia kenal. Kalau aku perlu waktu
yang cukup untuk memasukan seseorang ke lingkaran personalku.”
Aku sampai di
satu titik yang menyadari bahwa yang namanya relasi “pacaran” itu bukan pernikahan yang diikat oleh komitmen yang sah dan legal dimata
hukum, sosial dan agama. Tanpa diikat oleh komitmen yang pasti seseorang masih
bisa meninggalkan kita sewaktu-waktu. Dalam dunia psikologi Sternbeg
menjelaskan kalau ini namanya infatuation
love. Bagaimana orang merasakan sesuatu yang berbeda, hanya karna desire
dalam dirinya yang tidak bisa dikendalikan. Dan model cinta seperti ini
biasanya tidak tahan lama, karna hanya memenuhi unsur passion tidak sampai di
komitmen.
Menurut aku
kalau dia memang laki-laki baik, dia pasti tahu apa yang harus dia lakukan. Banyak
laki-laki baik tapi cuma ada satu kebaikan seseorang laki-laki kepada seorang
perempuan yaitu dengan melamarnya. Sebab itu bukan perkara mudah meminta anak
perempuan dari orang tuanya.
- August 06, 2017
- 0 Comments