Sosial Media User
February 09, 2017
Sosial media pertama yang aku
punya yaitu facebook. Itu pun dibuatin saudara karna awal mulai menggunakan hp
itu SMK. Dulu aku sama sekali enggak mikir, kenapa aku bisa ngeadd ribuan orang
di fb, padalah yang dikenal cuma 10% aja. Kenapa aku upload foto dengan sekali upload
sampai beralbum-album yang total jumlahnya ada seribuan foto. Mulai Kelas 3 perlahan-lahan
aku mulai meninggalkan fb karna aku enggak ngelihat point plusnya untuk diri
aku sendiri (mungkin disini aku mulai berfikir rasional).
Sosial media selanjutnya; twitter.
Akun ini, kalau aku bilang akun cuek dimana kita bisa ngetweet perdetik tanpa
peduli nyinyiran orang yang bilang nyampah dsb. Karna user2 disini pun juga
melakukan hal yang sama. Dulu aku addicted sama akun ini bisa dilihat dari jumlah
tweet yang aku posting. Setiap hari bahkan perjam pasti sempetin buat buka
twitter kebiasaan ini berlanjut sampai aku bertemu Riris. Intinya Riris kasih rules buat jangan buka twitter sewaktu
masa-masa persiapan buat masuk perguruan tinggi. Meski awalnya susah banget tapi
akhirnya aku bisa perlahan ninggalin akun ini di kelas 4. Sekarang aku coba
buka akun twitterku, orang-orang yang dulu aktif di akun ini perlahan
menghilang, beberapa dimanfaatkan orang-orang yang suka a quite room for written their thoughts.
Setelah itu aku punya akun bbm
dimana orang-orang suka gonta-ganti dp. Aku ngerasa kebanyakan orang put looks on top of everything apa
mungkin orang-orang terlalu terobsesi sama tampilan luarnya aja. Rata-rata cowok
minta pin orang itu pertama dilihat dari looksnya.
Dari situ aku mulai enggak tertarik lagi buat gonta-ganti dp dengan foto selfie.
Bukan enggak pede sama wajah sendiri, tapi aku ngerasanya ada banyak hal yang
bisa dilihat dari orang lain selain penampilan luar.
Lanjut ke instagram, ig itu aplikasi
capture and share moment. Tapi aku
lihat sekarang ini orang-orang berpenampilan semenarik mungkin agar jumlah
likes dan followers mereka naik, mungkin disitu kata “ngehits dan kekinian”
muncul. Rela dandan cantik-cantik cuma buat foto di tempat yang lagi ngehits. Bahkan
user-user model kaya gini sampai ngerusak keindahan alam agar mendapatkan spot
foto yang bagus. Ya... ujung-ujungnya cuma buat di upload di instagram.
Pernah enggak sih kalian lihat postingan
ig yang mungkin menurut kalian enggak pantes buat di perlihatkan ke publik
tapi malah mendapatkan likes and comments dari anak-anak yang umurnya
belasan tahun. Relationship goals, so
sweet lah, sampai di mention akun pacarnya biar liat. Aku sangat
menyayangkan jika masa-masa mencari jati diri dan labil-labilnya malah meniru bad lifestyle idola mereka. Setidaknya
sekarang ada akun-akun (meskipun sedikit) yang menyuguhkan konten yang mendidik
yang memperhatikan kualitas dan isi.
Jangan sampai menggunakan sosial
media hanya untuk menumbuhkan rasa ingin tahu kita terhadap kehidupan orang lain
alias kepo, cuma tau yang lagi ngehits dan kekinian aja, ngeshare berita dengan sumber
dan penulis berita yang enggak jelas. Apalagi sekarang banyak tuh yang ngeshare
berita hoax yang ujung-ujungnya malah pada ribut sendiri di kolom komentar. Aku juga ngerasa sedih artikel-artikel
yang sering aku baca, sekarang kualitas isinya menurun. Bahkan untuk hal-hal
yang enggak penting gitu dibahas dengan headline
yang menarik pembaca tapi isinya nol. Aku sempet lihat di kolom komentar
ternyata enggak cuma aku aja yang ngerasain kalau memang artikel yang
dishare sekarang dari segi kualitas dan isi menurun.
0 komentar