Malam kemarin disela-sela belajar ujian
sekolah, anak didikku konsultasi masalah masuk SMP. Aku engga menyarankan untuk
masuk ke sekolah negeri favorit, karena aku tau kemampuannya selama ini. Nilai
tiap TO pun jauh dari kata bagus, meskipun itu enggak menjamin hasil akhirnya
akan seperti itu juga. Mendadak muncul keresahan disana, keresahan apakah
nilainya mencukupin untuk masuk ke sekolah yang diinginkan. Saranku walapun
ntar enggak masuk di sekolah negeri setidaknya orangtuanya memilihkan dia
sekolah yang berkualitas, karena di sanalah kepribadian seorang siswa
terbentuk. Jadi ingat sewaktu SD aku memang tergolong anak yang dibawah
rata-rata. Bahkan kelas 4 aku masih belum bisa pembagian dan perkalian, nilai
tiap ulangan pun enggak jauh-jauh dibawah 5. Tiap ada PR pasti selalu merengek
nangis dulu biar diajarin sama saudaraku, tapi bukannya diajari malah
dikerjain. Jadi udah tau dulu waktu SD aku kaya apa?
Tepat awal kelas 4 SD semester 2 semangat belajarku mulai muncul, karena masku mendapat peringkat satu dikelasnya. Melihatnya dia belajar, aku jadi sedikit termotivasi. Akhir kelas 4 aku mendapatkan peringkat 11, jauh lebih baik dibandingkan semester sebelumnya. Kelas 5, 6 peringkatku enggak jauh-jauh dari 5 besar dikelas. Bahkan waktu Try Out kalo engga salah se-kecamatan Genuk, aku mendapatkan peringkat 3 dari beberapa sekolah waktu itu. Yaiyalah lhawong soalnya mirip plek di buku pffff. Nilai Ujianku pun tergolong bagus, aku engga perlu galau-galau amat masalah masuk SMP, karena sekolah yang ditujupun rata-rata.
Menginjak SMP aku jadi siswa yang bisa dikatakan diatas rata-rata, selalu jadi perhatian guru-guru. Dikelaspun aku selalu jadi bintang kelas. Ah itu tak semenyenangkan yang dibayangkan... Nilaiku hancur ketika Ujian Nasional. Banyak sekali teman-temanku waktu UN menggunakan kunci jawaban, itu membuat mentalku turun saat ujian berlangsung. Bagaimana bisa aku harus bersaing dengan teman-teman yang mempercayakan hasil kepada kunci jawaban yg pasti benar. Ah siaaal
Pendaftaran sekolah pun diwarna kegalauan, akhirnya ortu nyarani dan yakin banget aku bakal masuk sekolah favorite di kota Semarang karena mengikuti jejak masku yang sekolah disana. Tapi jujur mengikuti serangkaian tes-tes masuk ini pun diliputi rasa cemas apalagi nilaiku tidak diatas 9. Alhasil aku tidak lolos di jurusan Komputer Jaringan yang termasuk jurusan favorit. Aku harus ganti jurusan yg gradenya paling rendah, yang penting bisa keterima disana –pikir waktu itu-. Banyak keluarga yang enggak setuju aku masuk jurusan itu. Katanya “nek mung meh nguli rak sah sekolah ning kono”. Ya nama jurusannya yang aku pilih memang terdengar sangar, Teknik Konstruksi Batu dan Beton. Aku berfikir untuk menjadi siswa rata-rata saja, alhasil aku memang tidak terlalu serius sekolah disini. Tetapi di balik ketidakseriusanku entah kenapa aku selalu mendapatkan peringkat 10 besar dikelas. Ketidakseriusanku ini membuat penyesalan di masa-masa akhir sekolah. Bimbang antara kerja apa kuliah. Dengan mantap aku memilih kuliah selain untuk memperdalam ilmu yang sudah dipelajari saat ini (eh ga deng itu cuma pelarian dari dunia teknik sipil) dan masuk perguruan tinggi negeri impianku. Setahun aku mempersiapkan diri beli buku-buku persiapan masuk pt, belajar sendiri tiap malam tanpa bimbel, download2 soal dari internet membagi waktu antara ngerjain tugas akhir sama belajar sbmptn sampai tengah malem. Jatuh bangun, menyerah, frustasi sampai nangis-nangis karna soalnya diluar batas kemampuanku. Alhasil aku tidak lolos sbmptn dan lanjut berjuang di Ujian Mandiri hasilnya? aku tidak lolos lagi. Tau perasaanku waktu itu? Hancurrrr.
Akhirnya aku harus kuliah di perguruan tinggi swasta yang sama sekali tidak aku inginkan. Tapi apa iya harus menyalahkan keadaan dengan membalas semuanya dengan ketidakseriusanku.
Kenapa jadi curhat sepanjang ini...
Semalam aku nonton film drama jepang isinya tentang perjuangan masuk perguruan tinggi. Lingkungan yang tidak mendukung dan banyak orang bilang mustahil buat bisa ketrima disana, tapi dengan perjuangan kerja keras nothing is impossible. Mungkin aku dulu kurang berusaha keras lagi, mungkin belajarku harus sampai pagi. Pantang tidur sebelum kelar (?) Ah film ini membuat aku semangat lagi mengejar impianku yang belum kesampaian dulu. There is will, there is way. Masih ada kesempatan kedua. Semangatttt.
- May 21, 2016
- 0 Comments