beranjak dewasa

May 16, 2016

Setiap orang akan menjadi dewasa entah karena dipaksa oleh keadaan ataupun memang sudah waktunya untuk menjadi dewasa atau bisa jadi seseorang menjadi dewasa sebelum waktunya karena telah belajar dari pahit dan manisnya kehidupan.

Masa depan?
Aku tidak punya bayangan masa depanku nanti akan seperti apa. Entah jadi apa aku nantinya, semoga aku menjadi orang yang bermanfaat bagi sekelilingku. Pernah melihat film dokumenter Lentera Indonesia atau program Indonesia Mengajar? Setidaknya selama aku hidup aku pengen merasakan menjadi volunter seperti mereka disana. Sukses bukan sekadar soal materi, aku tidak muluk-muluk pengen punya perusahaan besar dengan pendapatan puluhan juta bahkan miliyaran rupiah. Cukup hidup sederhana dan bahagia. Kembali lagi manusia cuma bisa berencana, but Allah knows the best.

Usiaku sudah memasuki usia 20an artinya sudah bukan usia anak-anak. Yang aku rasakan selama ini usia dimana kita belajar mengambil keputusan sendiri dan menerima resiko dari apa yang telah dipilih. Belajar menjadi seorang yang mandiri, dengan mencoba mencari uang tambahan dan mengatur keuangan serta menyisihkannya untuk keperluan yang akan mendatang atau mendesak. Membuat rencana-rencana kedepan dan yang lebih penting belajar menguatkan diri sendiri ketika apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan.

Kuliah?
Mau jujur bagaimana kehidupanku selama 2 tahun kuliah ini? Beberapa kali aku bolos kuliah, seperti hari ini aku bolos 1 mata kuliah jam pagi. Ikut kegiatan ini itu baik yang nyambung sama studi maupun tidak sama sekali. Apa salahnya ikut, selama itu bermanfaat dan kita bahagia menjalaninya. Ada 1 kegiatan yg membuat aku -enggak merasa bahagia- disana bahkan kesannya aku lari-larian kalo ada rapat, bodo amatlah. Tentunya apa yang telah dipilih pasti ada konsekuensinya masing-masing. Apa ini salah satu dari proses beranjak dewasa? haha. Entah akhirnya mau gimana Tuhan nentuin jalanku, yang jelas aku selalu berdoa, di manapun akhirnya nanti, semoga aku tetap bahagia :)

Pasangan?
Jujur saya malas membahas tentang ini, diusia 20an disaat teman-temanmu mempunyai pasangan sedangkan kamu tidak, "jomblo" sebutan klasik dari mulut mereka. Belajar dari kisah percintaanku dan orang-orang yang aku temui, pacaran itu sering diwarnai dengan drama-drama enggak penting dan galau yang melelahkan. Kalo hanya yang penting suka, atau biar ada penyemangat kuliah, atau biar hape enggak sepi, atau biar ada yang bisa nganterin sana-sini, atau biar ada yang ngucapin selamat pagi (?). Selepas dari itu, entah sampai saat ini aku tidak lagi menemukan alasan untuk pacaran. Definisi pasangan semakin rumit. Mungkin kamu bisa mengubah cara pandangku tentang itu?

Sepertinya sudah bias kalo hanya melihat seseorang dari luarnya saja. Sekadar suka, itu nggak cukup. Kalo mau hubungan yang serius, orang akan memilih menikah, bukan pacaran.
Pertanyaan absurd pun sering bermunculan "Mosok kowe ra nduwe pacar tir?" "lagi cedak mbe sopo?" "mesti tiara lagi jatuh cinta" "tiara jomblo loh"  "tir gelem dadi pacarku" hm.


Selama ini memang mayoritas teman-teman cowok, dari teman berbagi cerita enggak penting ke lumayan agak penting, dari temen curhat sampai suwung bareng, dari temen yang tiba-tiba nyapa pas lewat, padahal setahuku sih enggak kenal (?) Beberapa memang aku merasa nyaman dengan mereka.  Ya nyaman hanya sebatas teman, tidak ada hal yang memicu untuk menjadikannya lebih.
Tertarik atau sekedar suka sih pernah tapi ya cuma berhenti pada rasa suka, enggak ada yang lebih. Karena untuk masalah hati aku belajar untuk menyederhanakan perasaan, menempatkannya pada tempat dengan tidak membuatnya rumit.

You Might Also Like

0 komentar