Langit dan Matahari

August 27, 2016


Awal mula pertemuan Langit dengan Matahari terjadi pada sebuah acara di kampus. Tidak sengaja mereka dipertemukan satu kelompok dalam kegiatan tersebut. Mau tidak mau mereka pun berkenalan. Langit pun berkenalan dengan Matahari, tidak ada yang istimewa diwaktu itu bahkan tak ada sepatah kata pun yang terucap diantara keduanya. Selama acara berlangsung Langit sesekali memperhatikan Matahari, entah kenapa ada sesuatu yang menarik dalam dirinya, cara dia berbicara menyampaikan sesuatu membuat Langit terkesan. Setelah acara itu berakhir meskipun mereka berada dalam satu fakultas seakan mereka tak saling kenal. Langit memang terkenal pendiam bahkan terkesan cuek dimata orang-orang yang belum kenal. Langit memiliki dua orang teman bernama Saturnus dan Uraunus. Setelah acara tersebut selesai Saturnus dan Uraunus memiliki banyak teman kenalan diantaranya Bumi, teman baiknya Matahari. 

Seiring berjalannya waktu Saturnus dan Uraunus pun kenal dengan Matahari. Mereka berteman baik bahkan sering kali berbalas chat dan telfon terutama kepada Uraunus. Tidak dengan langit yang terkesan tidak peduli dengan semuanya. Pada semester selanjutnya Matahari, Langit dan Bumi dipertemukan lagi dalam acara kampus. Dari sanalah Langit dan Matahari terlihat mulai akrab. “aku kira orangnya cuek, ternyata...” bathin Langit. Akhirnya mereka saling kenal dan sesekali mereka saling ejek satu sama lain. Langit mendengar kabar kalo Matahari suka dengan Uraunus. “ciee...” sesekali Langit mengejek Matahari. Dalam hatinya Langit menyayangkan kenapa Matahari bisa menyukai Uraunus yang Langit anggap kurang baik untuk Matahari. “Ah masa bodoh.. Kenapa aku harus peduli...” teriak Langit dalam hati mencoba mengabaikan perasaannya sendiri. Matahari memang orang yang menyebalkan dimata Langit, dia seseorang yang tidak bisa ditebak, “menyebalkan! Dasar gajelas!!!” sering kali Langit mengumpat ke arah Matahari. Langit memang terkesan tidak peduli akan kehadiran Matahari ketika dipertemukan dalam satu acara kampus. Tetapi dibalik ketidakpeduliannya, dia selalu mengamati Matahari dari jauh bahkan sesekali Langit memperhatikan Matahari diam-diam. Langit memang tak terlalu berharap lebih terkadang dia sengaja tidak membalas pesan dari Matahari agar perasaannya tak jatuh terlalu dalam. Bahkan sesekali Langit meyakinkan diri kalo perasaanya hanyalah sementara. Tapi sampai kapan Langit harus menyimpan perasaan kepada Matahari? “buruan punya pacar!” “eh jangan deng!” doa Langit yang bingung dengan perasaannya sendiri.


MATAHARI

Tahu sulitnya menjadi aku ketika kau menjadi matahari? 

Aku yang mau tidak mau harus bertemu denganmu setiap hari. Meski malam kelam, esok kau pasti datang. Mustahil menghindarimu sekalipun aku pindah ke bulan. 

Setidaknya aku belajar banyak hal. Aku belajar bagaimana menghadapimu saat pagi tiba. Saat kita mau tidak mau harus berjumpa. Meski harus menenggelamkan perasaan di dasar lautan. Kau mungkin tidak tahu bagaimana tertekannya perasaan itu di dalam laut sana. Lalu, aku juga belajar bagaimana menghadapimu saat kamu pergi di sore hari. 
Aku belajar bagaimana rindu tidak membuatku menjadi mati. Menghabiskan malam tanpa tidur dan mimpi indah hanya karena pertemuan siang tadi. Seperti itulah menyimpan perasaan. 

Aku belajar bersiasat. Bertemu denganmu seolah tidak terjadi apa-apa. Kau mungkin tidak tahu, aku kadang sedih saat langit bersekongkol menggagalkan pembicaraan kita. Tapi aku menjadi belajar. Mungkin memang sebaiknya tidak perlu terjadi pembicaraan. Apa aku minta saja langit membuat hujan gelap sepanjang tahun? 

Seperti itulah kiasan yang bisa aku jelaskan ketika aku bertemu denganmu. Aku tidak mungkin menghindarimu saat kamu menjadi matahari. Tapi aku belajar bagaimana caranya menghadapimu, juga mensiasati perasaanku. 

Sampai kapan kau akan menjadi matahari seperti itu?

..................



Temanggung, 3 Maret 2014 | ©kurniawangunadi





You Might Also Like

0 komentar