If You Never Try You Never Know

August 16, 2014

“Kejarlah mimpimu setinggi langit, jika engkau terjatuh, engkau akan jatuh dintara bintang – bintang”

Bulan September aku memikirkan setelah lulus dari SMK mau melanjutkan kuliah atau kerja. Kuliah? Terlalu sombong untuk ku. Biaya dari mana? Mau merepotkan orangtua, mau merepotkan kedua saudaraku. Lagi? Aku sadar usia ku sudah 18 tahun sudah tak pantas untuk meminta uang pada kedua orangtua lagi, waktunya untuk membanggakan kedua orangtua. Aku punya mimpi, untuk menggapai mimpiku aku harus memperdalam wawasan ilmu ku yg bisa dicapai dengan jalan mengenyam bangku kuliah terlebih dahulu.
Saudara ku menyarankanku untuk melanjutkan kuliah tapi dengan mendaftar bidikmisi. Kalau tak lolos, baru aku bekerja kemudian melanjutkan kuliah. Ya biaya memang menjadi kendala, tapi dimana ada kemauan disitu ada jalan.

If You Never Try You Never Know

Aku memutuskan untuk mendaftar kuliah dengan syarat menggunakan bidikmisi. Di Kampus impianku. PTN A.
Dimulai hari itu aku mulai meminjam soal-soal SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dari seorang teman dan aku membeli buku soal-soal sbmptn. Aku mulai mempelajari soal-soal tiap hari, memang pada awalnya terasa susah membagi waktu antara sekolah yang pada saat itu posisiku masih mengikuti Praktik Kerja Lapangan dan belajar SBMPTN. Aku juga mengikuti seleksi beasiswa Etos Semarang sudah sampai tahap tes tulis dan wawancara. Tinggal penentuan masuk PTN atau tidak.  
Bisa karena terbisa, aku membiasakan diri untuk belajar soal-soal tsb setiap harinya demi menggapai mimpiku, masuk PTN A. Dari sini aku belajar bahwa sebuah mimpi memang harus diperjuangkan.
Memang sulit rasanya mengerjakan soal sbmptn yg tingkat kesulitannya 3x lebih sulit dari UN SMA. Yaa basic pelajaran yg diujikan adalah pelajaran anak SMA sedangkan aku anak SMK. Aku tetap jalani demi mimpiku, aku akan lakukan agar mimpiku tercapai. Aku tetap belajar setiap hari lewat buku maupun dari internet. Aku sadar diri sainganku pintar-pinaer dan bimbelnya mahal-mahal. Sedangkan aku tak pintar dan tak ikut bimbel sekalipun. Ingin rasanya ikut bimbel tapi tak tega rasanya merepotkan kedua orangtua lagi dan lagi…

Aku, kamu, kita. Pasti punya mimpi. Betapa sulitnya itu, bukankah ketika jantung masih berdetak, itu tanda kita masih diberi kesempatan.

Aku menambah jam belajar ku 4 sampai 6 jam bahkan sampai larut malam. Sering kali aku bimbang, karena aku benar mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal sbmptn matematika ipa, fisika, kimia. Tapi durhaka rasanya jika kedua orangtua ku bekerja keras membanting tulang demi kelangsungan hidupku tapi aku hanya duduk diam dan menopang bahu.

Lakukan yang terbaik, usahakan yang terbaik. Tuhan nggak akan mengembalikan tangan berdoamu dalam keadaan kosong.

Pengumuman SNMPTN yg mengandalkan nilai rabot tiba, hasilnya aku tak lolos. Tak perlu menyalahkan siapapun bahkan membenci ataupun iri. Hasil ini sebagai bahan perbaiki diri. Lanjutkan mengapai mimpi dan jadikan kegagalan itu sebagai tamparan diri.

Dan pemenang bukanlah posisi orang-orang yang selalu pesismis. Pesimis itu nama lain dari malas berusaha dan malas berdoa.

H-2 SBMPTN lokasi tesku di Kampus Unnes Gunung Pati Semarang jarak yg cukup jauh jika ditempuh dari rumah. H-2 tak lupa aku survey tempat lokasi ujianku. Memperkirakan jarak antara rumah dengan lokasi tes agar tidak terlambat nantinya. Mengingat tes yg dimulai pukul 07.00 pagi.
Hari yg aku tunggu-tunggu tanggal 17 Juni 2014 (the real beatle war) tiba. Sebelum berangkat tak lupa meminta doa restu kedua orangtua dan meminta bantuan Tuhan agar membimbingku selama tes. Pukul 05.00 pagi aku berangkat dari rumah, aku meminta bapak untuk mengantarkanku sampai Simpang Lima kemudian aku naik angkot menuju Unnes. Tak disangka diluar perkiraan, perjalanan ku menuju Unnes macet parah, tak bisa berkutik. Pukul 06.00 sampai pukul 07. 00 masih didalam angkot tak bergerak sedikit pun, jalan menuju unnes cukup jauh 10 km lagi kata pak supir. Gugup pasti, pikiran sudah nggak karuan, selama perjalanan aku cuma bisa berdoa berdoa dan berdoa agar Tuhan membimbing langkahku ini.
Sampai kawasan Unnes jam 07.15 jarak lokasi tempatku tes cukup jauh. Aku lari, melihat ruangan kanan kiriku yg sudah tersisi peserta dan sudah mengerjakan soal. Aku semakin gugup dan aku takut. Oh Tuhan bantu aku…
Aku harus berlari menaiki tangga menuju lantai 3 energi terkuras banyak, tak apa masih ada sedikit waktu yg tersisa. Sampai dilokasi aku tak langsung masuk, aku mengambil air minumku untuk minum terlebih dahulu, tak peduli pengawas yg melihatku.
Alhamdulillah pengawas mengizinkanku untuk mengikuti ujian, tersisa sedikit waktu aku gunakan untuk mengisi data ujian dan beberapa soal.

Kegagalan itu sebenarnya bukan ketika kita jatuh, akan tetapi ketika kita tidak pernah berdiri setelah jatuh.

Ujian selesai ada rasa kekecewaan. Sampai rumah aku ceritakan semua kejadian ini kepada ibuku. Raut kekecewaan ada di dalam wajahnya. Aku sedih semakin sedih, bahkan aku menangis meratapi kejadian hari ini. Usaha ku selama ini sia-sia, perjuangan ku selama ini sia-sia? Kenapa Tuhan?
Aku tak bisa berhenti menangis ketika mengingat kejadian ini, bahkan ketika menulis cerita ini air mataku tak bisa kubendung, ku biarkan ia mengalir.

Sehari setelah ujian sbmptn aku mengurung diri, aku non aktifkan hp ku. Rasa sedih masih ada meski tak tampak diraut mukaku, aku tak ingin membuat mereka di sekitarku bersedih.

Ketika satu pintu tertutup maka akan ada seribu pintu yang terbuka. Semunya kembali pada kita apakah mau menangisi satu pintu yang tertutup itu atau bangkit dan berjuang menuju seribu pintu yang terbuka.

Adiknya bapak atau aku sebut saja “mbak”  menyuruhku untuk mendaftar di PTS B tempat dia bekerja. Awalnya aku menolak, aku tak menghirau sedikitpun semua saran dari mbak, aku masih mengingat mimpiku dan PTN impianku. Bapak mempersiapkan semua berkas pendaftaran, aku masih terdiam tak peduli.
Hari ketiga keadanku membaik, aku introspeksi diri, mengiklaskan meski tak iklas. Dari sini aku belajar, belajar menjadi dewasa. Perbaiki kesalahan, lanjutkan mimpi dan jadikan kesalahan itu sebagai tamparan diri. Aku tak menyalahkan siapa pun dengan menyalahkan atau membenci siapapun aku tak akan bisa mengambil hikmah di balik kejadian ini.

Percayalah, Tuhan selalu ada dan akan membimbing kita menuju yang terbaik.

Aku pun menyadari sikap ku beberapa hari ini salah, tak menghiraukan nasehat dan usaha mbak untuk mendaftarkan ku di PTS B. Aku harus menghargai usaha mbak untukku. Aku  harusnya bersyukur masih ada orang yang peduli dengan ku, dengan masa depanku. Aku mulai menuruti semua perkataan mbak. Tes masuk sudah selesai aku di terima di PTS B. Sekarang tinggal memikirkan biaya. Biaya? Setelah melihat biaya pendidikan Rp. 8.795.000 uang dari mana?

Ketika kita gagal meraih sesuatu bukan berarti karena usaha dan doa yang kita lakukan tidak cukup. Tapi karena Tuhan selalu menyiapkan jalan terbaik bagi kita untuk mendapatkan keberhasilan kita dengan melalui pintu kegagalan.

Mbak menyuruhku untuk menemui rektor, meminta keringanan biaya. Tak mudah menemui beliau, karena beliau terlalu sibuk, aku harus sabar menunggu sampai ada kesempatan agar dapat bertemu dengan beliau. Kesempatan itu datang,  aku bertemu dg beliau. Aku utarakan maksud meminta keringanan biaya.
Beliau               : “maksud dari keringan biaya itu, biaya seperti apa mbak?”
Aku                   : *Aduh biaya seperti apa? Biaya nya kan macem-macem aku gk hafal*
Emm biaya seperti uang pembangunan pak. *lah uang pembangunan  kok kaya sekolahan, ini kan kuliah.
Beliau               : Berarti tiap sks nya bayar ya?
Aku                   : hehe *kalo bisa sih gratisin juga pak (dlm hati)*
Kemudian beliau melihat hasil nilai UN ku
Beliau               : Yaudah mbak ini saya gratisin semua (upp dan sks) tapi dengan syarat IP tiap semester harus diatas 3. Kalo melihat nilai-nilai mbak waktu sekolah, tentunya IP 3 tidak sulit untuk diraih.

There Is a Rainbow After The Rain

Alhamdulillah, aku bisa berkuliah dengan bebas biaya. Apa ini rencana terindahmu Tuhan?

Pengumuman hasil SBMPTN tiba, hasilnya aku tak lolos. Sedikit rasa kekecewaan, perjuanganku tak sia-sia, Tuhan telah membayar semua kerja kerasku dg bisa kuliah bebas biaya walaupun bukan di perguruan tinggi impianku. Aku harus bersyukur. Diluar sana masih banyak orang yang ingin melanjutkan jenjang ke Perguruan Tinggi tetapi tidak bisa karena keterbatasan biaya. Dari situlah aku mensyukuri setiap kegagalan yang aku peroleh.

Ingatlah mengapa kamu memulai semua perjuangan ini, ingatlah apa yang kamu inginkan dari semua perjalanan ini. Sudah sejauh ini mengapa harus berhenti? Sudah sesakit ini, mengapa harus diakhiri? Ingatlah dengan segala kerapuhan kamu berusaha berdiri, mengapa kamu menyerah untuk mati? Ingatlah dengan seluruh pengorbanan akan egois diri, mengapa kamu memilih lari dan pergi?

Seminggu setelah test sbmptn. Aku mencoba bangkit, aku mencoba untuk memperbaiki kesalahku dan melanjutkan untuk kembali memetik mimpiku.. Aku yakin Tuhan akan memberikan jalan terbaik buatku, walaupun terkadang jalan itu menurutku bukan terbaik. Tapi bukankah Tuhan Maha mengetahui jalan terbaik untuk umatnya.

When you try your best but you don’t succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can’t sleep
Stuck in reverse
And the tears come streaming down your face
When you lose something you can’t replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you    
And high up above or down below
When you’re too in love to let it go
But if you never try you’ll never know
Just what you’re worth
Tears stream down your face
When you lose something you cannot replace
Tears stream down your face
I promise you I will learn from my mistakes


Sabtu, 16 Juni 2014

You Might Also Like

0 komentar